Senin, 27 April 2009

manajemen pembiayaan pendidikan

logo SUARA MERDEKA
Line
Senin, 23 Juli 2007 WACANA
Line

Sumbangan Pengembangan Institusi

  • Oleh Nugroho

Dalam Kepmendiknas RI No: 044/2002 jelas ditegaskan bahwa untuk peningkatan mutu sekolah dibutuhkan peran serta masyarakat Atas dasar aturan main tersebut maka masyarakat perlu diberi informasi dan edukasi yang benar tentang pentingnya dana SPI.

MUSIM perburuan sekolah sudah berakhir. Namun hal itu bukan berarti beban orang tua murid berakhir. Sebaliknya, meskipun hati senang anaknya mendapat sekolah yang diidamkan, tugas orang tua murid masih besar yakni mengumpulkkan uang untuk sumbangan pengembangan institusi (SPI).

Semua sekolah bisa dipastikan memanfaatkan momentum penerimaan siswa baru untuk menghimpun dana dari masyarakat. Besaran dana SPI yang dipungut antara satu sekolah dengan sekolah yang lain memang berbeda karena kondisi dan kebutuhan juga berbeda.Dana pengembangan institusi memang sangat dibutuhkan oleh sekolah, namun masyarakat sering merasa keberatan, apalagi jika kesanggupan pembayaran itu satu paket dengan penerimaan siswa baru.

Artinya, syarat diterima atau tidaknya siswa masuk ke sekolah antara lain ditentukan oleh kesanggupan orang tuanya untuk membayar dana sumbangan pengembangan institusi yang sudah ditetapkan oleh pihak sekolah.

Keluhan masyarakat tentang besarnya dana sumbangan pengembangan institusi sudah sangat sering muncul di berbagai media. Tapi hingga saat ini tidak satu pun jajaran birokrasi dari dinas pendidikan bersedia memberikan klarifikasi yang memuaskan masyarakat. Kesannya masalah SPI merupakan persoalan sekolah.

Kondisi ini jelas tidak menguntungkan, baik bagi pencitraan sekolah di satu pihak maupun pemenuhan kebutuhan informasi yang akurat bagi masyarakat di pihak lain. Tulisan ringkas ini mencoba menjelaskan fenomena SPI dari pespsektif manajemen pembiayaan pendidikan.

Pembiayaan Pendidikan

Pada musim penerimaan murid, politisi dan pemimpin daerah yang getol mengampanyekan pendidikan gratis. Suara lantang para petinggi dan politisi itu hilang entah ke mana meskipun diam-diam surat sakti yang dibuatnya juga berseliweran menyambangi ruang kerja kepala sekolah di sekolah-sekolah favorit. Akhirnya seperti yang kita Iihat pasal-pasal dalam Perda pendidikan yang meniadakan penerimaan siswa baru dengan sistem bina lingkungan (Bilung) dan sejenisnya gugur karena kuatnya arus besar surat sakti itu.

Lagi-lagi masyarakat dihadapkan pada kenyataan pahit, jangankan pendidikan gratis, pendidikan dengan biaya mahal pun belum tentu mulus jika diadang adanya surat sakti para petinggi. Tidak ada barang gratis di muka bumi ini, apalagi yang namanya pendidikan.

Jika daerah benar-benar mencanangkan pendidikan gratis, maka sesungguhnya tetap saja ada pembiyaan pendidikan, hanya saja tanggungan pembiayaan pendidikan itu dialihkan dari tanggungan orang tua, menjadi tanggungan pemerintah yang sumbernya adalah juga pajak yang dipungut dari masyarakat.

Pendidikan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Dalam manajemen pendidikan, pembiayaan dipisah dalam tiga kategori. Pertama biaya operasional yakni biaya pendidikan yang digunakan untuk menunjang kelancaran operasional pembelajaran sehari-hari. Pembiayaan dalam kelompok inilah yang saat ini coba dibantu pemerintah pusat melalui BOS (biaya operasional siswa).

Kedua, biaya pengembangan staf yakni pembiayaan pendidikan yang dibutuhkan untuk mengembangkan kemampuan sekolah mencapai mutu layanan yang optimal. Termasuk pembiayaan dalam kelompok ini adalah biaya untuk membantu guru-guru mengikuti berbagai seminar dan workshop yang terkait langsung dengan kemampuan profesional guru, membantu guru dalam meningkatkan kualifikasi akademiknya lewat beasiswa studi ke S2 dan sejenisnya.

Ketiga, biaya investasi yakni pembiayaan pendidikan yang diagendakan sebagai investasi masa depan sekolah. Termasuk dalam kelompok pembiayaan ini adalah pembangunan gedung, laboratorium sekolah, jaringan internet untuk pembelajaran, penyediaan sarana prasarana perpustakaan dan sejenisnya yang semua itu bermakna sebagai investasi keunggulan sekolah di masa depan.

Jika kita cermati dengan seksama, jelas bahwa keberadaan dana sumbangan institusi tersebut memang sangat dibutuhkan untuk kemajuan sekolah. Sebab, sampai saat ini pemerintah pusat maupun daerah belum mampu mengatasi kebutuhan pembiayaan pendidikan sepertti tersebut di atas. Bahkan jika mencermati APBD di beberapa daerah (kabupaten - kota) rata-rata dana belanja publik hanya mencapai kisaran 28% hingga 30% saja. Itu pun masih dibelanjakan untuk 21 sektor pembangunan. Mana mungkin mampu menggratiskan pendidikan. Bisa saja digratiskan tapi dikhawatirkan prestasinya juga gratis alias semakin tidak bermutu.

SPI adalah Legal

Mengacu pada prinsip manajemen berbasis sekolah (MBS), pungutan, kalaupun ada yang harus diperbaiki adalah masalah transparansi dan akuntabilitas publik proses pemungutan dan penggunaan dana SPI oleh sekolah dan komite sekolah. Dalam hal ini komite sekolah sebagai partnership sekolah yang merepresentasikan kepentingan orang tua murid dan warga masyarakat.

LSM dan pihak pemangku kepentingan pendidikan harus sadar betul tentang urgensi dana pengembangan institusi untuk kemajuan lembaga pendidikan. Mereka perlu mengawasi, tapi tidak melarang atau menjadi pressure group yang menisbikan dana SPI.

Yang patut dijaga adalah mekanisme pemungutan serta penggunaannya; apakah memenuhi syarat transparansi dan akuntabilitas atau tidak. Tidak kalah pentingnya dalam hal pemungutan dana SPI adalah prinsip keadilan. Artinya perlu ada prinsip keadilan yang berbasis pada kemampuan masing-masing orang tua murid. Jadi jangan sampai SPI dipukul rata antara siswa yang mampu dan kurang mampu.

Implementasi prinsip keadilan ini adalah adanya subsidi silang antara mereka yang mampu dan yang tidak mampu. Masyarakat dari kalangan mampu boleh diminta sumbangan lebih besar dari yang kurang mampu. Bahkan sangat direkomendasikan bahwa anak-anak yang kurang mampu atau bahkan tidak mampu secara ekonomi tapi secara ideaInya, dibebaskan dari pungutan SPI. Idealnya sekolah menyediakan 10% kursi untuk anak cerdas dari kalangan yang tidak mampu; hal ini sudah dilakukan di beberapa perguruan tinggi yang sama sekati tidak memungut sumbangan apa pun (batas minimum administrasi saja) bagi mereka yang memang tidak mampu.

Pada akhirnya, semua pihak perlu memiliki kesepahaman bahwa pendidikan membutuhkan pembiayaan yang tidak sedikit. Ada yang bisa ditanggung pemerintah dalam jumlah terbatas, namun ada juga yang memang harus ditanggung oleh masyarakat. Pendidikan bermutu jelas butuh biaya. SPI hanyalah salah satu cara; hal itu tidak perlu dipertentangkan. Yang harus dilakukan adalah mengawasi dengan cara-cara yang benar apakah proses pemungutan dan penggunaan SPI sudah memenuhi prinsip transparansi, akuntabilitas, dan pencitraan publik seperti yang dicanangkan dalam Renstra Depdiknas RI. (11)

- Dr Nugroho, M Psi, dosen Fakultas Ilmu Pendidikan Unnes, konsultan World Bank untuk Peningkatan Mutu Pendidikan.

Kamis, 23 April 2009

manajemen tenaga kependidikan

Sabtu, 2009 April 04

MANAJEMEN TENAGA KEPENDIDIKAN

A. Tenaga Kependidikan
Dalam masyarakat tenaga kependidikan masih dianggap mempunyai dua arti yaitu guru yang ada dalam masyarakat (informal) seperti guru mengaji,ustad maupun orang tertua atau disegani dalam masyarakat tersebut. Yang kedua yaitu tenaga kependidikan formal yaitu guru yang ada dalam sekolah-sekolah. Namun peran guru disini tidak hanya di sekolah saja tetapi juga di lungkungan masyarakatnya sehari-hari. Dalam pembahasan ini lebih menekankan tenaga pendidikan yang bersifat formal dimana memenuhi kriteria dan sah menurut hukum atau peraturan yang berlaku.
Menurut UUSPN No. 20 Tahun 2003 menyebutkan bahwa tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Dimana tenaga kependidikan tersebut memenuhi syarat yang ditentukan oleh undang-uandang yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang, diserahi tugas dalam suatu jabatan dan digaji pula menurut aturan yang berlaku.

B. Jenis Tenaga Kependidikan
Tenaga kependidikan merupakan seluruh komponenyang terdapat dalam instansi atau lembaga pendidikan yang tidak hanya mencakup guru saja melainkan keseluruhan yang berpartisipasi dalam pendidikan. Dilihat dari jenisnya tenaga kependidikan terdiri atas :
a. Kepala Sekolah
b. Guru ( kelas, agama, penjaskes, muatan lokal )
c. Tenaga Administrasi / TU
d. Penjaga Sekolah / kebersihan sekolah
e. Tenaga Fungsional lainnya ( Guru BP, Pustakawan, laboran dan teknisi sumber
belajar )
Sedangkan apabila dilihat dari statusnya, tenaga kependidikan terdiri atas :
a. Pegawai negeri sipil ( PNS )
b. Guru tidak tetap
c. Guru bantu
d.Tenaga sukarela

C. Manajemen Tenaga Kependidikan
Manajemen tenaga kependidikan merupakan kegiatan yang mencakup penetapan norma, standar, prosedur, pengangkatan, pembinaan, penatalaksanaan, kesejahteraan dan pemberhentian tenaga kependidikan sekolah agar dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dalam mencapai tujuan sekolah.
Manajemen tenaga kependidikan atau manajemen personalia pendidikan bertujuan untuk mendayagunakan tenaga kependidikan secara efektif dan efisien untuk mencapai hasil yang optimal, namun tetap dalam kondisi yang menyenangkan. Untuk mewujudkan keseragaman perlakuan dan kepastian hukum bagi tenaga kependidikan sekolah dasar dalam melaksanakan tugas dan fungsi, wewenang dan tanggung jawabnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Konsep Manajemen Tenaga Kependidikan, tenaga kependidikan bertugas menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola, dan/atau memberikan pelayanan teknis dalam bidang pendidikan. Adapun komponen dari manajemen ini adalah sebagai berikut:
a. Penyusunan formasi
b. Pengadaan pegawai
c. Kenaikan pangkat
d. Pembinaan dan pengembangan karier pegawai
e. Ketatalaksanaan tenaga kependidikan
1) Pembuatan Buku Induk Pegawai
2) Daftar Urut Kepegawaian ( DUK )
3) Kartu Pegawai ( KARPEG )
4) Tabungan Asuransi Pegawai ( TASPEN )
5) Asuransi Kesehatan ( ASKES )
6) Kartu Istri ( KARIS ) dan Kartu Suami ( KARSU )
f. Pemberhentian Pegawai
Sedangkan terdapat beberapa dimensi kegiatan manajemen tenaga kependidikan/ kepegawaian, antara lain :
a) Recruitment atau penarikan mulai dari pengumuman penerimaan pegawai, pendaftaran, pengetesan, pengumuman diterimanya pegawai sampai dengan daftar ulang.
b) Placement atau penempatan, yaitu proses penanganan pegawai baru yang sudah melaksanakan pendaftaran ulang untuk diberi tahu pada bagian seksi mana mereka ditempatkan. Penugasan dilakukan sesuai dengan bidang keahlian dan kebutuhan lembaga. Didalam tahap ini sebenarnya penanganan bukan berarti sampai menempatkan dan memberi tugas saja, tetapi juga menggunakan pegawai tersebut sebaik-baiknya, merangsang kegairahan kerja dengan menciptakan kondisi atau suasana kerja yang baik. Di samping itu juga memberi kesejahteraan pegawai berupa gaji, insentif, memberi cuti izin, dan pertemuan-pertemuan yang bersifat kekeluargaan.
c) Development atau pengembangan, dimaksudkan untuk penigkatan mutu pegawai baik dilakukan dengan melalui pendidikan maupun kesempatan-kesempatan lain seperti penataran, diskusi ilmiah, lokakarya, membaca majalah dan surat kabar, menjadi anggota organisasi profesi dan lain sebagainya. Mengatur kenaikan pangkat dan kenaikan gaji, dapat dikategorikan sebagai pemberian kesejahteraan dan dapat dikategorikan sebagai pengembangan pegawai. Pegawai yang diberi penghargaan dengan atau pemberian kedudukan, akan mendorong pegawai tersebut untuk lebih meningkatkan tanggung jawabnya.
d) Pengawasan atau evaluasi, merupakan aspek terakhir dalam penanganan pegawai. Pada tahap ini dimaksudkan bahwa pada tahap-tahap tertentu pegawai diperiksa, apakah yang mereka lakukan sudah sesuai dengan tugas yang seharusnya atau belum. Selain evaluasi atau penilaian juga dilakukan untuk mengetahui tingkat kenaikan kemampuan personil setelah mereka memperoleh pembinaan dan pengembangan.


D. Pengadaan Tenaga kependidikan
Pengadaan tenaga kependidikan diselengarakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. pengumuman
Pengumuman ini dilakukan untuk memberitahukan kepada seluruh masyarakat yang memenuhi kualifikasi melalui media cetak maupun media elektronik. Dalam pengumuman pengadaan tenaga kependidikan,hal yang harus tercantum adalah sebagai berikut:
Jenis atau macam pegawai yang dibutuhkan
• Persyaratan yang dituntut dari para pelamar.
• Batas waktu dimulai dan diakhiri pendaftaran.
• Alamat dan tempat pengajuan pelamaran.
• Lain-lain yang dipandang perlu.
2. Pendaftaran
Pendaftaran dilakukan setelah pengumuman tersebar dan pendaftar mengajukan pemohonan dengan memenuhi syarat yang telah ditentukan beserta lampiran lainnya yang dibutuhkan.
3. Seleksi atau penyaringan
Dalam pengadaan tenaga kependidikan, penyaringan dilaksanakan melalui dua tahap yaitu:
a) Penyaringan administrative
Penyaringan administrative dilaksanakan berupa pemeriksaan terhadap kelengkapan beserta lampirannya. Apabila terdapat kekurangan lengkapan dalam hal administrative maka pesrta tersebut akan gagal.
b) Ujian atau test
Setelah peserta yang lulus dala tes penyaringan administrative maka akan mengikuti ujian pegawai dengan materi pengetahuan umum, pengetahuan tehnis, dan lainnya yang dipandang perlu.
4. Pengumuman.
Pengumuman ini berisi peserta yang lolos dalam seleksi sesuai ketentuan dan penempatan kerja.
E. Pengangkatan Dan Penempatan Tenaga Kependidikan
Pengangkatan dan penempatan tenaga kependidikan yang bukan tenaga pendidik pada satuan pendidikan yang disclenggarakan oleh Pemerintah dilakukan oleh Menteri, Menteri lain, atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen dengan memperhatikan keseimbangan antara penempatan dan kebutuhan serta ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi pegawai negeri.
Pengangkatan dan penempatan tenaga kependidikan yang bukan tenaga pcndidik pada satuan pendidikan yang diselenggarakan olch masyarakat dilakukan oleh penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan dengan memperhatikan persyaratan yang ditetapkan oleh penyelenggara dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Untuk dapat diangkat sebagai tenaga pendidik, calon tenaga pendidik yang bersangkutan selain memiliki kualifikasi sebagai tenaga pengajar harus pula memenuhi persyaratan berikut:
1. Sehat jasmani dan rohani yang dinyatakan dengan tanda bukti dari yang berwenang, yang meliputi:
a. tidak menderita penyakit menahun (kronis) dan/atau yang menular.
b. tidak memiliki cacat tubuh yang dapat menghambat pelaksanaan tugas sebagai tenaga pendidik.
c.tidak menderita kelainan mental.
2.Berkepribadian, yang meliputi:
a. beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b.bcrkepribadian Pancasila.

F. Pembinaan Tenaga Kependidikan
Pembinaan karier tenaga kependidikan meliputi kenaikan pangkat dan jabatan berdasarkan prestasi kerja dan peningkatan disiplin.Yang pembinaan disini adalah segala usaha untuk memanajukan dan meningkatkan mutu, keahlian, kemampuan, dan keterampilan, demi kelancaran pelaksanaan tugas pendidikan. Adapun alas an diadakannya pengembangan tehnologi diantaranya yaitu:
1. perkembanagan ilmu dan tehnologi.
2. menutup kelemahan dari seleksi.
3. menumbuhkan ikatan batin.
Dalam hal pengembangan pegawai, banyak cara yang sudah dikembangkan. pengembangan ini dilaksanakan dengan:
1. Bimbingan berupa petunjuk yang diberikan kepada pegawai, pada waktu melaksanakan tugasnya.
2. Latihan-latihan berupa intern dan ekstern.
3. Pendidikan formal
4. Promosi berupa pengangkatan jabatan ke yang lebih tinggi.
5. Penataran
6. Lokakarya atau workshop
7. dan sebagainya.

G. Pemindahan tenaga Kependidikan
Mutasi mempunyai pengertian luas, dimana segala perubahan jabatan seorang tenaga kependidikan. Mutasi ini juga diartikan sebagai pemindahan wilayah kerja. Dilakukannya mutasi disebabkan oleh beberapa hal diantaranya atas tugas dinas maupun permintaan sendiri. Tujuan diadakannya mutasi ini adalah:
1. Untuk menghilangkan rasa bosan.
2. Dalam rangka pembinaan pegawai agar mendapat pengalaman yang luas.
3. Dalam rangka penataan kembali pegawai sehingga menemukan tempat yang sesuai dengan minat dan kemampuannya.

H. Pemberhentian Tenaga Kependidikan
Pemberhentian seorang pegawai dapat karena pelanggaran disiplin, pengunduran diri, pengurangan tenaga atau pensiun. Aturan tentang pemberhentian pegawai harus jelas karena menyangkut nasib seseorang, terutama tentang pemberhentian karena pelanggaran disiplin dan pengurangan tenaga karena dapat memicu ketidakpuasan seseorang yang dikenai tindakan ini. Untuk pemberhentian karena pengunduran diri harus dilihat apakah pegawai yang bersangkutan memiliki ikatan atau perjanjian tertentu dengan sekolah atau tidak. Sedangkan pemberhentian karena memasuki usia pensiun sebaiknya didahului oleh program persiapan pensiun.
Pemberhentian dengan hormat tenaga kependidikan atas dasar:
1. permohonan sendiri.
2. meninggal dunia.
3. mencapai batas usia pensiun, dilakukan oleh penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan.
Sedangkan pemberhentian tidak dengan hormat tenaga kependidikan dilakukan atas dasar:
1. Hukuman jabatan;
2. Akibat pidana penjara berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dilakukan oleh penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan.
Selain itu, dalam Pemberhentian tenaga kependidikan dapat dilakukan karena sebab lain diantaranya sebagai berikut :
1. Pemberhentian atas permintaan sendiri
2. Pemberhentian karena mencapai batas usia pensiun
3. Pemberhentian karena adanya penyederhanaan organisasi
4. Pemberhentian karena melakukan pelanggaran
5. Pemberhentian karena tidak cakap jasmani dan rohani
6. Pemberhentian karena meninggalkan tugas
7. Pemberhentian karena meninggal dunia atau hilang

manajemen peserta didik

Artikel:
MANAJEMEN PESERTA DIDIK dalam MENGHADAPI KREATIFITAS ANAK


Judul: MANAJEMEN PESERTA DIDIK dalam MENGHADAPI KREATIFITAS ANAK
Bahan ini cocok untuk Informasi / Pendidikan Umum bagian PENDIDIKAN / EDUCATION.
Nama & E-mail (Penulis): KHUMAIDI TOHAR, S.Pd
Saya Guru di JAKARTA
Topik:
Tanggal: 12-10-2006


MANAJEMEN PESERTA DIDIK dalam MENGHADAPI KREATIVITAS ANAK
Penulis : Khumaidi Tohar

Suatu sistem pendidikan dapat dikatakan bermutu, jika proses belajar-mengajar berlangsung secara menarik dan menantang sehingga peserta didik dapat belajar sebanyak mungkin melalui proses belajar yang berkelanjutan. Proses pendidikan yang bermutu akan membuahkan hasil pendidikan yang bermutu dan relevan dengan pembangunan. Untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu dan efisien perlu disusun dan dilaksanakan program-program pendidikan yang mampu membelajarkan peserta didik secara berkelanjutan, karena dengan kualitas pendidikan yang optimal, diharapkan akan dicapai keunggulan sumber daya manusia yang dapat menguasai pengetahuan, keterampilan dan keahlian sesuai dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang.

Untuk mencapai tujuan pendidikan yang berkualitas diperlukan manajemen pendidikan yang dapat memobilisasi segala sumber daya pendidikan. Manajemen pendidikan itu terkait dengan manajemen peserta didik yang isinya merupakan pengelolaan dan juga pelaksanaannya. Fakta-fakta dilapangan ditemukan sistem pengelolaan anak didik masih menggunakan cara-cara konvensional dan lebih menekankan pengembangan kecerdasan dalam arti yang sempit dan kurang memberi perhatian kepada pengembangan bakat kreatif peserta didik. Padahal Kreativitas disamping bermanfaat untuk pengembangan diri anak didik juga merupakan kebutuhan akan perwujudan diri sebagai salah satu kebutuhan paling tinggi bagi manusia. Kreativitas adalah proses merasakan dan mengamati adanya masalah, membuat dugaan tentang kekurangan, menilai dan meguji dugaan atau hipotesis, kemudian mengubahnya dan mengujinya lagi sampai pada akhirnya menyampaikan hasilnya. Dengan adanya kreativitas yang diimplementasiakan dalam sistem pembelajaran, peserta didik nantinya diharapkan dapat menemukan ide-ide yang berbeda dalam memecahkan masalah yang dihadapi sehingga ide-ide kaya yang progresif dan divergen pada nantinya dapat bersaing dalam kompetisi global yang selalu berubah.

Perkembangan anak didik yang baik adalah perubahan kualitas yang seimbang baik fisik maupun mental. Tidak ada satu aspek perkembangan dalam diri anak didik yang dinilai lebih penting dari yang lainnya. Oleh karena itu, teori kecerdasan majemuk yang dikembangkan oleh psikolog asal Amerika Serikat, Gardner dinilai dapat memenuhi kecenderungan perkembangan anak didik yang bervariasi.

Penyelenggaraan pendidikan saat ini harus diupayakan untuk memberikan pelayanan khusus kepada peserta didik yang mempunyai kreativitas dan juga keberbakatan yang berbeda agar tujuan pendidikan dapat diarahkan menjadi lebih baik.

Muhibbin Syah menjelaskan bahwa akar kata dari pendidikan adalah "didik" atau "mendidik" yang secara harfiah diartikan memelihara dan memberi latihan. Sedangkan "pendidikan", merupakan tahapan-tahapan kegiatan mengubah sikap dan perilaku seseorang atau sekelompok orang melalui upaya pelatihan dan pengajaran. Hal ini mengindikasikan bahwa pendidikan tidak dapat lepas dari pengajaran. Kegiatan dari pengajaran ini melibatkan peserta didik sebagai penerima bahan ajar dengan maksud akhir dari semua hal ini sesuai yang diamanatkan dalam undang-undang no. 20 tentang sisdiknas tahun 2003; agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Dalam pendidikan, peserta didik merupakan titik fokus yang strategis karena kepadanyalah bahan ajar melalui sebuah proses pengajaran diberikan. Sebagai seorang manusia menjadi sebuah aksioma bahwa peserta didik mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing, mereka unik dengan seluruh potensi dan kapasitas yang ada pada diri mereka dan keunikan ini tidak dapat diseragamkan dengan satu aturan yang sama antara peserta didik yang satu dengan peserta didik yang lain, para pendidik dan lembaga sekolah harus menghargai perbedaan yang ada pada diri mereka. Keunikan yang terjadi pada peserta didik memang menimbulkan satu permasalahan tersendiri yang harus diketahui dan dipecahkan sehingga pengelolaan murid (peserta didik) dalam satu kerangka kerja yang terpadu mutlak diperhatikan, terutama pertimbangan pada pengembangan kreativitas, hal ini harus menjadi titik perhatian karena sistem pendidikan memang masih diakui lebih menekankan pengembangan kecerdasan dalam arti yang sempit dan kurang memberikan perhatian kepada pengembangan kreatif peserta didik. Hal ini terjadi dari konsep kreativitas yang masih kurang dipahami secara holistic, juga filsafat pendidikan yang sejak zaman penjajahan bermazhabkan azas tunggal seragam dan berorientasi pada kepentingan-kepentingan, sehingga pada akhirnya berdampak pada cara mengasuh, mendidik dan mengelola pembelajaran peserta didik.

Kebutuhan akan kreativitas tampak dan dirasakan pada semua kegiatan manusia. Perkembangan akhir dari kreativitas akan terkait dengan empat aspek, yaitu: aspek pribadi, pendorong, proses dan produk. Kreativitas akan muncul dari interaksi yang unik dengan lingkungannya.Kreativitas adalah proses merasakan dan mengamati adanya masalah, membuat dugaan tentang kekurangan (masalah) ini, menilai dan mengujinya. Proses kreativitas dalam perwujudannya memerlukan dorongan (motivasi intristik) maupun dorongan eksternal. Motivasi intrinstik ini adalah intelegensi, memang secara historis kretivitas dan keberbakatan diartikan sebagai mempunyai intelegensi yang tinggi, dan tes intellejensi tradisional merupakan ciri utama untuk mengidentifikasikan anak berbakat intelektual tetapi pada akhirnya hal inipun menjadi masalah karena apabila kreativitas dan keberbakatan dilihat dari perspektif intelejensi berbagai talenta khusus yang ada pada peserta didik kurang diperhatikan yang akhirnya melestarikan dan mengembang biakkan Pendidikan tradisional konvensional yang berorientasi dan sangat menghargai kecerdasan linguistik dan logika matematik. Padahal, Teori psikologi pendidikan terbaru yang menghasilkan revolusi paradigma pemikiran tentang konsep kecerdasan diajukan oleh Prof. Gardner yang mengidentifikasikan bahwa dalam diri setiap anak apabila dirinya terlahir dengan otak yang normal dalam arti tidak ada kerusakan pada susunan syarafnya, maka setidaknya terdapat delapan macam kecerdasan yang dimiliki oleh mereka.

Salah satu cara dalam memecahkan masalah ini adalah pengelolaan pelayanan khusus bagi anak-anak yang punya bakat dan kreativitas yang tinggi, hal ini memang telah diamanatkan pemerintah dalam undang-undang No.20 tentang sistem pendidikan nasional 2003, perundangan itu berbunyi " warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus".

Pengertian dari pendidikan khusus disini merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan-pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Pada akhirnya memang diperlukan adanya suatu usaha rasional dalam mengatur persoalan-persoalan yang timbul dari peserta didik karena itu adanya suatu manajemen peserta didik merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan.

Siswa berbakat di dalam kelas mungkin sudah menguasai materi pokok bahasan sebelum diberikan. Mereka memiliki kemampuan untuk belajar keterampilan dan konsep pembelajaran yang lebih maju. Untuk menunjang kemajuan peserta didik diperlukan modifikasi kurikulum. Kurikulum secara umum mencakup semua pengalaman yang diperoleh peserta didik di sekolah, di rumah, dan di dalam masyarakat dan yang membantunya mewujudkan potensi-potensi dirinya. Jika kurikulum umum bertujuan untuk dapat memenuhi kebutuhan pendidikan pada umumnya, maka saat ini haruslah diupayakan penyelenggaraan kurikulum yang berdiferensi untuk memberikan pelayanan terhadap perbedaan dalam minat dan kemampuan peserta didik. Dalam melakukan kurikulum yang berbeda terhadap peserta didik yang mempunyai potensi keberbakatan yang tinggi, guru dapat merencanakan dan menyiapkan materi yang lebih kompleks, menyiapkan bahan ajar yang berbeda, atau mencari penempatan alternatif bagi siswa. Sehingga setiap peserta didik dapat belajar menurut kecepatannya sendiri.

Dalam paradigma berpikir masyarakat Indonesia tentang kreativitas, cukup banyak orangtua dan guru yang mempunyai pandangan bahwa kreativitas itu memerlukan iklim keterbukaan dan kebebasan, sehingga menimbulkan konflik dalam pembelajaran atau pengelolaan pendidikan, karena bertentangan dengan disiplin. Cara pandang ini sangatlah tidak tepat. Kreativitas justru menuntut disiplin agar dapat diwujudkan menjadi produk yang nyata dan bermakna. Displin disini terdiri dari disiplin dalam suatu bidang ilmu tertentu karena bagaimanapun kreativitas seseorang selalu terkait dengan bidang atau domain tertentu, dan kreativitas juga menuntut sikap disiplin internal untuk tidak hanya mempunyai gagasan tetapi juga dapat sampai pada tahap mengembangkan dan memperinci suatu gagasan atau tanggungjawab sampai tuntas.

Masa depan membutuhkan generasi yang memiliki kemampuan menghadapi tantangan dan perubahan yang terjadi dalam era yang semakin mengglobal. Tetapi penyelenggaraan pendidikan di Indonesia saat ini belum mempersiapkan para peserta didik dengan kemampuan berpikir dan sikap kreatif yang sangat menentukan keberhasilan mereka dalam memecahkan masalah.

Kebutuhan akan kreativitas dalam penyelenggaraan pendidikan dewasa ini dirasakan merupakan kebutuhan setiap peserta didik. Dalam masa pembangunan dan era yang semakin mengglobal dan penuh persaingan ini setiap individu dituntut untuk mempersiapkan mentalnya agar mampu menghadapi tantangan-tantangan masa depan. Oleh karena itu, pengembangan potensi kreatif yang pada dasarnya ada pada setiap manusia terlebih pada mereka yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa perlu dimulai sejak usia dini, Baik itu untuk perwujudan diri secara pribadi maupun untuk kelangsungan kemajuan bangsa.

Dalam pengembangan bakat dan kreativitas haruslah bertolak dari karakteristik keberbakatan dan juga kreativitas yang perlu dioptimalkan pada peserta didik yang meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Motivasi internal ditumbuhkan dengan memperhatikan bakat dan kreativitas individu serta menciptakan iklim yang menjamin kebebasan psikologis untuk ungkapan kreatif peserta didik di lingkungan rumah, sekolah, dan masyarakat.

Merupakan suatu tantangan bagi penyelenggaraan pendidikan di Indonesia untuk dapat membina serta mengembangkan secara optimal bakat, minat, dan kemampuan setiap peserta didik sehingga dapat mewujudkan potensi diri sepenuhnya agar nantinya dapat memberikan sumbangan yang bermakna bagi pembangunan masyarakat dan negara. Teknik kreatif ataupun taksonomi belajar pada saat ini haruslah berfokus pada pengembangan bakat dan kreativitas yang diterapkan secara terpadu dan berkesinambungan pada semua mata pelajaran sesuai dengan konsep kurikulum berdiferensi untuk siswa berbakat. Dengan demikian diharapkan nantinya akan dihasilkan produk-produk dari kreativitas itu sendiri dalam bidang sains, teknologi, olahraga, seni dan budaya.

manajemen keuangan pendidikan

MANAJEMEN KEUANGAN DALAM LEMBAGA PENDIDIKAN DAN NEGARA

PENDAHULUAN

Keuangan dan pembiayaan merupakan salah satu sumber daya yang secara langsung menunjang efektifitas dan efisiensi pengelolaan pendidikan. Hal tersebut lebih terasa lagi dalam implementasi MBS, yang menuntut kemampuan sekolah untuk merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi serta mempertanggungjawabkan pengelolaan dana secara transparan kepada masyarakat dan pemerintah.

Dalam penyelenggaraan pendidikan, keuangan dan pembiayaan merupakan potensi yang sangat menentukan dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kajian manajemen pendidikan. Komponen keuangan dan pembiayaan pada suatu sekolah merupakan komponen produksi yang menentukan terlaksananya kegiatan belajar-mengajar di sekolah bersama dengan komponen-komponen yang lain. Dengan kata lain setiap kegiatan yang dilakukan sekolah memerlukan biaya, baik itu disadari maupun yang tidak disadari. Komponen keuangan dan pembiayaan ini perlu dikelola sebaik-baiknya, agar dana-dana yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal untuk menunjang tercapainya tujuan pendidikan. Hal ini penting, terutama dalam rangka MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), yang memberikan kewenangan kepada sekolah untuk mencari dan memanfaatkan berbagai sumber dana sesuai dengan kebutuhan masing-masing sekolah karena pada umumnya dunia pendidikan selalu dihadapkan pada masalah keterbatasan dana, apa lagi dalm kondisi krisis pada sekarang ini. Dalam makalah kelompok ini, kami juga memaparkan sistem manajemen keuangan dalam suatu Negara dan pondok pesantren, yang sayang juga jika dilewatkan.

Kami membuat makalah ini dikarenakan adanya tugas dosen selaku pembimbing mata kuliah administrasi & supervisi pendidikan dan sudah menjadi suatu kewajiban bagi kami selaku mahasiswa untuk menyelesaikannya, dan didalam makalah ini kami mengambil beberapa literatur dari buku-buku yang menurut kami dapat sesuai dengan pembahasan kami.


PEMBAHASAN

Sumber keuangan dan pembiayaan pada suatu sekolah secara garis besar dapat dikelompokkan atas tiga sumber, yaitu (1) pemerintah, baik pemerintah pusat, daerah maupun kedua-duanya, yang bersifat umum atau khusus dan diperuntukkan bagi kepentingan pendidikan; (2) orang tua atau peserta didik; (3) masyarakat, baik mengikat maupun tidak mengikat. Berkaitan dengan peneriman keuangan dari orang tua dan masyarakat ditegaskan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional1989 bahwa karena keterbatasan kemampuan pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan dana pendidikan, tanggung jawab atas pemenuhan dana pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah,masyarakat dan orang tua. Adapun dimensi pengeluaran meliputin biaya rutin dan biaya pembangunan.

Biaya rutin adalah biaya yang harus dikeluarkan dari tahun ke tahun, seperti gaji pegawai (guru dan non guru), serta biaya operasional, biaya pemeliharaan gedung, fasilitas dan alat-alat pengajaran (barang-barang habis pakai). Sementara biaya pembangunan, misalnya, biaya pembelian atau pengembangan tanah, pembangunan gedung, perbaikan atau rehab gedung, penambahan furnitur, serta biaya atau pengeluaran lain unutk barang-barang yang tidak habis pakai. Dalam implementasi MBS, manajemen komponen keuangan harus dilaksanakan dengan baik dan teliti mulai dari tahap penyusunan anggaran, penggunaan, sampai pengawasan dan pertanggungjawaban sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar semua dana sekolah benar-benar dimanfaatkan secara efektif, efisien, tidak ada kebocoran-kebocoran, serta bebas dari penyakit korupsi, kolusi dan nepotisme.

Komponen utama manajemen keuangan meliputi, (1) prosedur anggaran; (2) prosedur akuntansi keuangan; (3) pembelajaran, pergudangan dan prosedur pendistribusian; (4) prosedur investasi; dan (5) prosedur pemeriksaan. Dalam pelaksanaannya manajemen keuangan ini menagnut azas pemisahan tugas antara fungsi otorisator, ordonator dan bendaharawan. Otorisator adalah pejabat yang diberi wewenang untuk mengambil tindakan yang mengakibatkan penerimaan dan pengeluaran anggaran. Ordonator adalah pejabat yang berwenang melakukan pengujian dan memerintahkan pembayaran atas segala tindakan yang dilakukan berdasarkan otorisasi yang telah ditetapkan. Adapun bendaharawan adalah pejabat yang berwenang melakukan penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran uang atau surat-surat berharga lainnya yang dapat dinilai dengan uang serta diwajibkan membuat perhitungan dan pertanggungjawaban.

Kepala sekolah dalam hal ini, sebagi manajer, berfungsi sebagai otorisator, dan dilimpahi fungsi ordonator untuk memerintahkan pembayaran. Namun, tidak dibenarkan melaksanakan fungsi bendaharawan karena berkewajiban melakukan pengawasan kedalam. Bendaharawan, disamping mempunyai fungsi-fungsi bendaharawan, juga dilimpahi fungsi ordonator untuk menguji hak atas pembayaran.

2.1 MANAJEMEN KEUANGAN SEKOLAH

Setiap unit kerja selalu berhubungan dengan masalah keuangan, demikian pula sekolah. Persoalan yang menyangkut keuangan sekolah pada garis besarnya berkisar pada: uang Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP), uang kesejahteraan personel dan gaji serta keuangan yang berhubungan langsung dengan penyelenggaraan sekolah seperti perbaikan sarana dan sebagainya.

Di bawah ini kami kemukakan beberapa instrumen (format-format) yang mencerminkan adanya kegiatan manajemen keuangan sekolah tersebut.

A. Manajemen Pembayaran SPP

Dasar hukum penyusutan SPP adalah keputusan bersama tiga menteri yaitu:

- Menteri P&K (No.0257/K/1974)

- Menteri dalam negeri (No.221 Tahun 1974)

- Menteri keuangan (No. Kep. 1606/MK/II/1974) tertanggal: 20 Nopember 1974

SPP dimaksudkan untuk membantu pembinaan pendidikan seperti yang ditunjukkan pada pasal 12 keputusan tersebut yakni membantu penyelengaraan sekolah, kesejahteraan personel, perbaikan sarana dan kegiatan supervisi.

Yang dimaksud penyelenggaraan sekolah ialah:

- Pengadaan alat atau bahan manajemen

- Pengadaan alat atau bahan pelajaran

- Penyelenggaraan ulangan, evaluasi belajar, kartu pribadi, rapor dan STTB

- Pengadaan perpustakaan sekolah

- Prakarya dan pelajaran praktek

Selanjutnya pada pasal 18 dinyatakan bahwa kedudukan kepala sekolah dalam pengelolaan SPP adalah bendaharawan khusus yang bertanggungjawab dalam penerimaan, penyetoran dan penggunaan dana yang telah ditentukan terutama dan penyelenggaraan sekolah.

B. Manajemen keuangan yang berasal dari Negara (pemerintah)

Yang dimaksud keuangan dari Negara ialah meliputi pembayaran gaji pegawai atau guru dan belanja barang. untuk pertanggungjawaban uang tersebut diperlukan beberapa format sebagi berikut:

a. Lager gaji (daftar permintaan gaji)

b. Buku catatan SPMU (Surat Perintah Mengambil Uang)

C. Manajemen keuangan yang berasal dari BP3

Badan Pembantu Penyelenggaraan Pendidikan (BP3) bertugas memberikan bantuannya dalam penyelenggaraan sekolah. Bantuan ini dapat berbentuk uang tetapi mungkin pula dalam bentuk lain seperti usaha perbaikan sekolah, pembangunan lokal baru, dan sebagainya

D. Lain-lain

Sudah menjadi hal yang umum bahwa guru atau karyawan serin mempunyai sangkut paut tersendiri dalam hal keuangan terutama gaji. Dalam hubungan ini misalnya kegiatan arisan di sekolah koperasi antar guru dan lain-lain

Oleh karenanya kepala sekolah sebagai pemimpin lembaga wajib mengetahui dengan jelas berapa gaji bersih yang diterima oleh anak buahnya, usaha pembinaan kesejahteraan pegawai kiranya perlu diperhatikan data tersebut.

manajemen sarana dan prasarana

Warta MBS No. 7 Thn. 2005


Pengertian Manajemen Sekolah


Program CLCC-MBS meminta terwujudnya keterbukaan manajemen sekolah – RPS dan RAPBSS dibuat secara bersama, laporan kegiatan dan keuangan dipajangkan sebagai bukti adanya akuntabilitas publik yang akan memancing PSM yang lebih banyak. Berikut ada sedikit tulisan sebagai landasan ilmiah tentang manajemen sekolah. Secara gampangnya, manajemen sekolah adalah uapaya agar semua kegiatan persekolahan dapat berjalan dengan baik, dibuat secara bersama, sesuai dengan rencana dan dengan biaya yang ada. Jadi pada dasarnya manajemen sekolah adalah semua tindakan dalam mengelola sekolah secara umum. Berdasarkan definisi diatas, manajemen sekolah merupakan proses dimana kepala sekolah selaku administrator bersama atau melalui orang lain berupaya mencapai tujuan kelembagaan, laporan kegiatan dan keuangan sekolah secara efektif dan efisien.

Kegiatan Manajemen Sekolah


Ada beberapa hal yang dilakukan dalam kegiatan manajemen sekolah, yaitu manajemen pembelajaran atau kurikulum, manajemen kesiswaan, manajemen personalia, manajemen sarana prasarana, manajemen keuangan, manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat, dan manajemen layanan khusus. Dalam melaksanakan setiap kegiatan manajemen sekolah tersebut, ada beberapa proses yang mesti dilalui yaitu proses perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), dan pengawasan (controlling).

Berikut diuraikan secara lebih rinci substansi masing-masing manajemen sekolah berdasarkan proses manajemen.

Manajemen pembelajaran atau kurikulum. Perencanaan, meliputi membuat analisis materi pelajaran, menyusun kalender pendidikan, penyusunan program tahunan, penyusunan program semester, penyusunan program satuan pembelajaran, penyusunan rencana pembelajaran, penyusunan rencana bimbingan dan penyuluhan. Pengorganisasian, meliputi pembagian tugas mengajar dan tugas lain, penyusunan jadual pembelajaran, penyusunan jadual kegiatan perbaikan, penyusunan jadual kegiatan pengayaan, penyusunan kegiatan ekstrakurikuler, dan penyusunan jadual kegiatan bimbingan dan penyuluhan. Penggerakan, meliputi pengaturan pelaksanaan kegiatan pembukaan tahun ajaran baru, pelaksanaan kegiatan pembelajaran, pelaksanaan kegiatan bimbingan dan penyuluhan. Pengawasan, meliputi supervisi pelaksanaan pembelajaran, supervisi pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan, evaluasi proses dan hasil kegiatan pembelajaran, dan evaluasi proses dan hasil kegiatan bimbingan dan penyuluhan.

Manajemen kesiswaan. Perencanaan, meliputi pendataan anak usia pra sekolah, perencanaan daya tampung, perencanaan penerimaan dan penerimaan siswa baru. Pengorganisasian, berupa pengelompokan siswa berdaarkan pola tertentu. Penggerakan, meliputi pembinaan disiplin belajar siswa, pencatatan kehadiran siswa, pengaturan perpindahan siswa, dan pengaturan kelulusan siswa. Pengawasan, berupa pemantauan siswa dan penilaian siswa.

Manajemen personalia. Perencanaan, meliputi analisis pekerjaan di sekolah, penyusunan formasi guru dan pegawai baru, dan perencanaan dan pengadaan guru dan pegawai baru. Pengorganisasian, berupa pembagian tugas guru dan pegawai. Penggerakan, meliputi pembinaan profesionalisme guru dan pegawai, pembinaan karir guru dan pegawai, pembinaan kesejahteraan guru dan pegawai, pengaturan perpindahan guru dan pegawai, dan pengaturan pemberhentian guru dan pegawai. Pengawasan, meliputi pemantauan terhadap kinerja guru dan pegawai dan penilaian terhadap kinerja guru dan pegawai.

Manajemen sarana prasarana. Perencanaan, meliputi analisis kebutuhan sarana prasarana dan perencanaan dan pengadaan sarana prasarana sekolah. Pengorganisasian, meliputi pendistribusian sarana prasarana dan penataan sarana prasarana sekolah. Penggerakan, meliputi pemanfaatan sarana prasarana , pemeliharaan sarana prasarana , inventarisasi sarana prasarana, dan penghapusan terhadap sarana prasarana sekolah. Pengawasan, meliputi pemantauan kinerja penggunaan dan pemeliharaan sarana prasarana sekolah.

Manajemen keuangan. Perencanaan, berupa penyusunan rencana anggaran dan pendapatan sekolah (RAPBS). Pengorganisasian, berupa pengadaan dan pengalokasian anggaran berdasarkan RAPBS. Penggerakan, meliputi pelaksanaan anggaran sekolah, pembukuan keuangan sekolah, dan pertanggung jawaban keuangan sekolah. Pengawasan, meliputi pemantauan terhadap keuangan sekolah dan penilaian terhadap kinerja manajemen keuangan di sekolah.

Manajemen layanan khusus. Perencanaan, meliputi analisis kebutuhan layanan khusus bagi warga sekolah dan penyusunan program layanan khusus bagi warga sekolah. Pengorganisasian, berupa pembagian tugas untuk melaksanakan program layana khusus bagi warga sekolah. Penggerakan, meliputi pengaturan pelaksanaan perpustakaan, koperasi sekolah, ketrampilan, unit kesehatan sekolah, ekstrakurikuler, tabungan, keagamaan, kantin, antar jemput siswa, makan siang siswa, dan layanan khusus lainnya. Pengawasan, meliputi pemantauan program layana khusus dan penilaian kinerja program layanan khusus bagi warga sekolah.

Program MBS mengupayakan agar semua aspek yang berhubungan dengan manajemen persekolahan dilaksanakan secara terbuka dan melibatkan semua stakeholder disekililing sekolah. Ini meliputi proses manajemen dari tahap pra- perencanaan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluai pelaksanaan. Jika ini terjadi maka akan ada check and balance dalam pelaksanaan kegiatan dan pendanaan persekolahan dan akan ada rasa saling membutuhkan dan mempercayai, bukan rasa curiga dan syak wasangka. Kepercayaan masyarakat ini tentunya akan memacu masyarakat untuk lebih membantu dan mendukung sekolah. Namun dalam kamus MBS kita, keterbukaan manajemen sekolah (dan meningkatnya PSM) harus mampu meningkatkan mutu KBM melalui PAKEM – sebab yang terakhir inilah ukuran akhir kegiatan MBS kita.

Manajemen Kurikulum

Pendidikan

Manajemen Kurikulum atau Manajemen Sekolah?
Oleh : Wendie Razif Soetikno, S.si., Mdm

19-Okt-2007, 12:17:36 WIB - [www.kabarindonesia.com]

MANAJEMEN KURIKULUM ATAU MANAJEMEN SEKOLAH?
Salah kaprah atau Ketidak-pedulian?

KabarIndonesia
Dalam dua tulisan terdahulu : YANG TERLEWATKAN DARI KTSP dan SEHABIS KTSP LALU APA? SKS! penulis telah memaparkan secara teknis upaya-upaya untuk memahami grand design pendidikan kita yang menyatu dengan langkah-langkah untuk mencapai kriteria Sekolah Mandiri. Dalam tulisan itu penulis juga mensyaratkan penerapan KTSP secara benar (melalui penyusunan Dokumen I dan Dokumen II seperti yang termaktub dalam Permen No. 22/2006, Permen No. 23/2006 dan Permen No. 24/2006 bulan April 2006) serta perlunya pembenahan manajemen sekolah (melalui Permen No. 19/2007 bulan Mei 2007 tentang MBS (Manajemen Berbasis Sekolah).

Namun amat disayangkan bahwa kita hanya mengikutinya sepotong-sepotong sehingga sekolah-sekolah kita terjebak dalam pola kebiasaan lama, tak ada upaya menuju perubahan, terobosan dan revitalisasi seperti yang telah penulis uraikan dalam dua tulisan terdahulu. Mengapa ini semua terjadi? Karena kita selalu bergerak dalam tataran wacana sedangkan rangkaian Peraturan Mendiknas (Permen) itu membutuhkan langkah-langkah teknis implementasi konkrit di lapangan.

Meskipun penulis sudah menengarahi KTSP sebagai revolusi dalam dunia pendidikan kita, tapi sekolah-sekolah kita tetap melihatnya secara adem ayem saja. Apa sebabnya? Filosofi perubahan ini tak tertangkap, yaitu perlunya transparansi dan akuntabilitas dalam dunia pendidikan kita dapat diaudit secara jelas dan terukur. Kompetensi guru dan siswa harus dapat diaudit, begitu pula kinerja sekolah dan tenaga kependidikan (kepala sekolah, wakil kepala sekolah dan guru) harus dapat diaudit secara jelas dan terukur. Kesalah-pahaman dan kesalah-kaprahan

Bila sekolah-sekolah tidak menyusun KTSP menurut 15 langkah standar minimal yang disyaratkan oleh para pakar disain kurikulum (Bloom, Peter W. Airisian, Mills dll) maka benang merah antara KTSP dan MBS tak akan terlihat. Rumusan Visi dan Misi sekolah hanya akan menjadi penghias dinding ruang Kepala Sekolah saja sedangkan para guru bekerja menurut polanya sendiri-sendiri.

Disiplin makin merosot dan pendidikan budi pekerti tetap terabaikan (orang hanya berbicara tentang pendidikan nilai yang diseminarkan dan tak membumi). Seluruh stakeholders akan terjebak dalam kesalah-pahaman yang fatal yaitu menganggap KTSP sebagai urusan administrasi (manajemen kurikulum) guru semata, bukan urusan pembenahan manajemen sekolah.

Transparansi dan akuntabilitas hanya dipahami sebagai penilaian hard competency (cepatnya membagi hasil ulangan/test kognitif saja) tanpa melihat potensi soft competency (psikomotorik dan afektif) yang terpendam dalam diri siswa. Akibatnya akan muncul kesalah-kaprahan massal yaitu menganggap pengadopsian tata cara terapan manajemen kurikulum sebagai suatu terobosan baru seperti :
  • - penggunaan SMS (sistim manajemen sekolah) yang tak lebih adalah pelaporan nilai ulangan/test kognitif secara on-line, atau
  • - SAS (sistim administrasi sekolah) yang tak lebih adalah pelaporan silabus dan hasil pembelajaran dalam suatu bank data yang tersentralisir dan dapat diakses publik (namun proses pemelajaran (yang sangat berbeda dengan proses pembelajaran) yang sangat penting dalam penyusunan KTSP malah tak terakomodasi dalam SAS), atau
  • - SIMS (sistim informasi manajemen sekolah) dan SIMDIKDU (sistim informasi pendidikan terpadu) yang tak lebih dari penyatuan data informasi siswa, kurikulum dan rapor serta data kelengkapan infrastruktur sekolah yang biasanya tersimpan dalam bank data sekolah di server yayasan menjadi terbuka dan dapat diakses publik (namun hal ini tidak menjawab pertanyaan bagaimana cara mengaudit kinerja sekolah dan kinerja semua tenaga kependidikan (kepala sekolah/wakil kepala sekolah dan guru) melalui SIMS/SIMDIKDU.
Kalau semua data sudah bisa disatukan di bank data dan dapat diakses publik, so what gitu lho? Apakah sekolah lalu siap untuk maju dalam sertifikasi ISO 9000 (audit manajemen berstandar internasional)?

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

Dari uraian di atas, nampak jelas bahwa manajemen kurikulum sangat berbeda pengertiannya dengan manajemen sekolah. Meskipun MBS pernah disosialisasikan pada tahun 1994 (bersamaan dengan sosialisasi kurikulum 1994) dan para guru pernah ditatar tentang MBS namun penerapannya tak pernah dimonitor.

Apa tolok ukurnya? Pengisian 186 butir Evaluasi Diri dari BAS (Badan Akreditasi Sekolah) yang disyaratkan dalam pemenuhan perolehan akreditasi sekolah menjadi kegiatan yang seremonial dan tak lebih dari pengumpulan dokumen foto copy yang siap diperiksa oleh asesor. Para Kepala Sekolah tidak pernah ditatar dalam pembuatan analisis SWOT yang benar, akibatnya, W (weakness) tetap menjadi kekurangan sekolah tanpa ada campur tangan Yayasan untuk meningkatkannya menjadi S (strength) sedangkan T (threats) tetap menjadi batu sandungan bagi sekolah tanpa kemampuan untuk mengatasinya dan mengubahnya menjadi peluang emas menghadapi persaingan regional.

Akibatnya analisis SWOT hanya menjadi salah satu buku yang memenuhi almari Kepala Sekolah.Lalu bagaimana jalan keluarnya? Kembali ke filosofi pendidikannya. Akreditasi ditujukan untuk meningkatkan kualitas manajemen sekolah agar para guru mampu bersaing secara regional.

Untuk melangkah maju, para guru harus selalu mendokumentasikan capaiannya agar tidak terjadi duplikasi sehingga para guru dapat terus mengevaluasi diri (memetik pelajaran dari pengalaman proses pemelajaran sebelumnya), yaitu mampu mengukur hard competency dan soft competency yang ada dalam diri setiap siswa.

Untuk membuat akreditasi menjadi satu langkah pendahuluan (prerequisite) dalam menuju sertifikasi ISO 9000, maka Pemerintah mengeluarkan Peraturan Mendiknas (Permen) No. 19 tahun 2007 bulan Mei 2007 tentang MBS (manajemen berbasis sekolah) yang terdiri dari 3 (tiga) dokumen yaitu :
  • - Dokumen I tentang 5 bidang yang harus dibenahi dalam upaya meningkatkan mutu manajemen persekolahan yang dilengkapi dengan rincian tugas yang harus diemban oleh guru penanggung jawab tiap bidang
  • - Dokumen II tentang penilaian proses dan evaluasi capaian tugas yang diemban sehingga kinerja sekolah dapat dirumuskan dengan baik
  • - Dokumen III tentang audit kinerja sekolah dan audit kinerja tenaga kependidikan
Jadi ada tiga jalan untuk memperbaiki kinerja sekolah dan memacu sekolah-sekolah kita agar tidak tetap adem ayem yaitu :
  1. Menerapkan Permen No. 22, No. 23 dan No. 24 tahun 2006 tentang KTSP secara benar serta melengkapinya dengan Permen No. 19 tahun 2007 tentang MBS dengan sasaran meraih sertifikat ISO 9000. Bagaimana caranya? Pihak Yayasan/Komite Sekolah harus membuat laman (website) sekolah yang bersifat inter aktif dan memuat data guru, silabus serta PBK (penilaian berbasis kelas) seperti yang termaktub dalam PP no. 19 tahun 2005. Bila Yayasan/Komite Sekolah kurang mampu mengusahakan laman yang membutuhkan bandwidth yang besar dan secara akademik memenuhi kriteria sekolah on-line, maka Yayasan/Komite Sekolah dapat bergabung dengan Oracle Education Foundation untuk mengisi laman Think.com (laman komunitas pemelajaran inter aktif internasional dimana para guru, siswa dan orang tua dapat saling berinter aksi dengan komunitas pendidikan lain di seluruh dunia secara on-line) yang training-nya gratis dan penyediaan data base-nya tak terbatas.
  2. Menjajaki langkah-langkah untuk memulai penerapan SKS (sistim kredit semester), sebab dengan persiapan menuju ke SKS, pihak Yayasan/Komite Sekolah dan sekolah dipaksa untuk memperbaiki manajemen persekolahan menuju pada penerapan moving class dan MBS. Dengan demikian, secara prinsipiil, cara pandang dan pola pikir (mindset) semua stakeholders akan berubah, dari menilai/menghakimi siswa (transformatif, generatif dan transmission) menjadi menghargai proses sekecil apapun partisipasi yang ditunjukkan oleh siswa (kognitivisme, behaviorisme dan konstruktivisme).
  3. Mengadopsi kurikulum internasional seperti IB, Cambridge, GAC dll, sebab dengan diterapkannya kurikulum internasional ini, maka pola manajemennya juga harus disesuaikan dengan tuntutan pemerolehan akreditasinya yang mengacu pada pemenuhan hak-hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang terbaik, bukan sekedar pengajaran yang bermutu.
Lalu bagaimana bila Yayasan/Komite Sekolah atau sekolah tidak berminat untuk meraih sertifikat ISO 9000? Ada dua jalan yaitu :
  • - mengadopsi pola sekolah alternatif seperti SD Mangunan di Yogya yang dirintis oleh alm Romo Mangunwijaya Pr dan mengembangkannya sampai ke tingkat SMP dan SMA, atau
  • - membangun sekolah komunitas seperti yang disyaratkan dalam RUU BHP (Rancangan Undang-undang Badan Hukum Pendidikan) dimana semua stakeholders berperan serta dalam menentukan kemajuan dan mutu pendidikan dan pengajaran di sekolah (peran Yayasan menjadi minimalis)
Apapun jalan yang dipilih, sekolah-sekolah kita tidak boleh berhenti melangkah atau arus penutupan sekolah-sekolah Inpres yang sudah terjadi di desa-desa akan merambah juga ke sekolah-sekolah swasta/negeri yang selama ini dinilai bisa survive, kalah bersaing dengan sekolah-sekolah internasional yang makin menjamur di tanah air. (Harap diingat, menurut klausul WTO bahwa sektor pendidikan di Indonesia termasuk sektor yang terbuka untuk modal asing)