Pendidikan Manajemen Kurikulum atau Manajemen Sekolah? Oleh : Wendie Razif Soetikno, S.si., Mdm 19-Okt-2007, 12:17:36 WIB - [www.kabarindonesia.com] |
MANAJEMEN KURIKULUM ATAU MANAJEMEN SEKOLAH? Salah kaprah atau Ketidak-pedulian? KabarIndonesia Dalam dua tulisan terdahulu : YANG TERLEWATKAN DARI KTSP dan SEHABIS KTSP LALU APA? SKS! penulis telah memaparkan secara teknis upaya-upaya untuk memahami grand design pendidikan kita yang menyatu dengan langkah-langkah untuk mencapai kriteria Sekolah Mandiri. Dalam tulisan itu penulis juga mensyaratkan penerapan KTSP secara benar (melalui penyusunan Dokumen I dan Dokumen II seperti yang termaktub dalam Permen No. 22/2006, Permen No. 23/2006 dan Permen No. 24/2006 bulan April 2006) serta perlunya pembenahan manajemen sekolah (melalui Permen No. 19/2007 bulan Mei 2007 tentang MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). Namun amat disayangkan bahwa kita hanya mengikutinya sepotong-sepotong sehingga sekolah-sekolah kita terjebak dalam pola kebiasaan lama, tak ada upaya menuju perubahan, terobosan dan revitalisasi seperti yang telah penulis uraikan dalam dua tulisan terdahulu. Mengapa ini semua terjadi? Karena kita selalu bergerak dalam tataran wacana sedangkan rangkaian Peraturan Mendiknas (Permen) itu membutuhkan langkah-langkah teknis implementasi konkrit di lapangan. Meskipun penulis sudah menengarahi KTSP sebagai revolusi dalam dunia pendidikan kita, tapi sekolah-sekolah kita tetap melihatnya secara adem ayem saja. Apa sebabnya? Filosofi perubahan ini tak tertangkap, yaitu perlunya transparansi dan akuntabilitas dalam dunia pendidikan kita dapat diaudit secara jelas dan terukur. Kompetensi guru dan siswa harus dapat diaudit, begitu pula kinerja sekolah dan tenaga kependidikan (kepala sekolah, wakil kepala sekolah dan guru) harus dapat diaudit secara jelas dan terukur. Kesalah-pahaman dan kesalah-kaprahan Bila sekolah-sekolah tidak menyusun KTSP menurut 15 langkah standar minimal yang disyaratkan oleh para pakar disain kurikulum (Bloom, Peter W. Airisian, Mills dll) maka benang merah antara KTSP dan MBS tak akan terlihat. Rumusan Visi dan Misi sekolah hanya akan menjadi penghias dinding ruang Kepala Sekolah saja sedangkan para guru bekerja menurut polanya sendiri-sendiri. Disiplin makin merosot dan pendidikan budi pekerti tetap terabaikan (orang hanya berbicara tentang pendidikan nilai yang diseminarkan dan tak membumi). Seluruh stakeholders akan terjebak dalam kesalah-pahaman yang fatal yaitu menganggap KTSP sebagai urusan administrasi (manajemen kurikulum) guru semata, bukan urusan pembenahan manajemen sekolah. Transparansi dan akuntabilitas hanya dipahami sebagai penilaian hard competency (cepatnya membagi hasil ulangan/test kognitif saja) tanpa melihat potensi soft competency (psikomotorik dan afektif) yang terpendam dalam diri siswa. Akibatnya akan muncul kesalah-kaprahan massal yaitu menganggap pengadopsian tata cara terapan manajemen kurikulum sebagai suatu terobosan baru seperti :
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Dari uraian di atas, nampak jelas bahwa manajemen kurikulum sangat berbeda pengertiannya dengan manajemen sekolah. Meskipun MBS pernah disosialisasikan pada tahun 1994 (bersamaan dengan sosialisasi kurikulum 1994) dan para guru pernah ditatar tentang MBS namun penerapannya tak pernah dimonitor. Apa tolok ukurnya? Pengisian 186 butir Evaluasi Diri dari BAS (Badan Akreditasi Sekolah) yang disyaratkan dalam pemenuhan perolehan akreditasi sekolah menjadi kegiatan yang seremonial dan tak lebih dari pengumpulan dokumen foto copy yang siap diperiksa oleh asesor. Para Kepala Sekolah tidak pernah ditatar dalam pembuatan analisis SWOT yang benar, akibatnya, W (weakness) tetap menjadi kekurangan sekolah tanpa ada campur tangan Yayasan untuk meningkatkannya menjadi S (strength) sedangkan T (threats) tetap menjadi batu sandungan bagi sekolah tanpa kemampuan untuk mengatasinya dan mengubahnya menjadi peluang emas menghadapi persaingan regional. Akibatnya analisis SWOT hanya menjadi salah satu buku yang memenuhi almari Kepala Sekolah.Lalu bagaimana jalan keluarnya? Kembali ke filosofi pendidikannya. Akreditasi ditujukan untuk meningkatkan kualitas manajemen sekolah agar para guru mampu bersaing secara regional. Untuk melangkah maju, para guru harus selalu mendokumentasikan capaiannya agar tidak terjadi duplikasi sehingga para guru dapat terus mengevaluasi diri (memetik pelajaran dari pengalaman proses pemelajaran sebelumnya), yaitu mampu mengukur hard competency dan soft competency yang ada dalam diri setiap siswa. Untuk membuat akreditasi menjadi satu langkah pendahuluan (prerequisite) dalam menuju sertifikasi ISO 9000, maka Pemerintah mengeluarkan Peraturan Mendiknas (Permen) No. 19 tahun 2007 bulan Mei 2007 tentang MBS (manajemen berbasis sekolah) yang terdiri dari 3 (tiga) dokumen yaitu :
|
Kamis, 23 April 2009
Manajemen Kurikulum
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar